Mencermati nilai-nilai yang kita hadapi, memang tak semudah mencerna nilai yang kita dapati ketika duduk di bangku sekolah. Namun, pada dasarnya disitulah letak perbedaan kualitas dan harga sebuah nilai di antara siswa dan mahasiswa.
____ Berbicara mengenai kualitas, apa yang anda pikirkan ketika melihat nilai yang bertebaran di KHS anda saat ini? Yakinkah anda dengan nilai yang tertera di kertas itu? Jika menyinggung puas tak puas, lagi-lagi tak ada kata puas untuk manusia. Selalu saja ingin lebih, lebih, dan lebih. Namun berbicara soal nilai yang mengarah ke IP kita seolah dihadapkan bahkan diharuskan untuk menghadapi kata pasrah.
Menurut saya, ada beberapa situasi yang kerap dihadapi oleh mahasiswa :
1. Kita sudah merasa maksimal dalam menjalani kuliah, baik itu dalam hal mengerjakan tugas, ujian, ataupun keaktifan di dalam kelas, namun ternyata nilai yang keluar justru jauh di bawah nilai yang kita harapkan.
2. Kita justru setengah-setengah mengikuti kuliah, baik itu dalam hal mengerjakan tugas, ujian dsb. Namun justru kita mendapat nilai di atas yang kita bayangkan.
Kondisi saat ini sudah menjadi cerita umum dalam perjalanan mahasiswa. Rasanya sungguh tidak adil. Coba tunjukkan dengan jujur jika ada satu orang manusia yang ikhlas dan nyaman dengan kondisi seperti di atas. Terlebih lagi di hadapkan pada situasi di nomor 1. Tak bisa dilukiskan bagaimana berontakknya hati jika keadaan itu menimpa kita. Namun apa yang bisa kita lakukan? Pasrah saja bukan? kalaupun ada yang melakukan tindak lanjut, mungkin hanya segelintir orang yang berhasil melakukannya.
Lantas, haruskah kita diam menghadapi situasi seperti ini? Bukankah kita seorang
mahasiswa yang katanya hebat dsb. Seharusnya kita tidak boleh tinggal diam seperti ini. Tetapi melihat kenyataan yang ada sepertinya kita memang tak dapat berkutik. Bahklan kita seolah dituntun untuk membudayakan hal yang berbau nepotisme tersebut.
Ada bebrapa faktor yang biasanya menyebabkan kondisi tersebut terjadi. Beberapa faktor tersebut bisa kita bagi ke dalam beberapa bagian :
1) Faktor kekerabatan
Biasanya seseorang yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan dosen akan mudah saja mendapat nilai yang diinginkan. Pengaruh budaya sungkanisasi khas timur sangat sering menjadi pemicunya. Sangat sering kita menjumpai fakta seperti ini. Tak perlu kuliah susah payah, tinggal menghubungi keluarga, lalu keluarlah nilai yang kita inginkan.
2) Faktor kedekatan
Ada beberapa individu yang memang punya kelebihan keahlian untuk bisa menarik perhatian orang. Ya, ada mahasiswa yang biasa-biasa saja, namun karena ia mampu menarik perhatian sang dosen, maka mungkinlah baginya mendapat nilai yang bagus.
3) Faktor balas budi
Terkadang kita bisa saja merasa berhutang budi pada seseorang begitupun dosen. Ketika kita sudah sering memberikan bantuan, baik berupa tenaga dll, maka ketika mendapat nilai yang jeblok rasa utang budi pun bisa mengkatrol nilai kita yang jeblok tersebut.
___ Maaf jika tulisan ini terlihat seperti mengobrak-abrik tata kesopansantunan saya sebagai seorang mahasiswa dalam ranah pendidikan kita. Tetapi bukan saatnya lagi kita diam menghadapi situasi semacam ini. Toh dengan hadirnya tulisan ini, tidak akan membawa perubahan akan situasi tersebut. Seakan nilai kejujuran dan ketegasan sudah tak berlaku untuk situasi tersebut. Padahal kita seorang kaum terpelajar dan intelek yang pasti sudah kenyang dengan pelajaran moral sejak di bangku SD. Namun, tak dapat kita pungkiri kita masih saja dihadapkan dengan kondisi pemberian nilai yang kini tak sebanding dengan kualitas.
Tentu tidak semua mahasiswa mengalami hal tersebut. Namun, tidak sedikit pula yang merasa dirugikan atau justru merasa diuntungkan padahal sesungguhnya mereka merugi. Pernahkan kita berpikir bahwa dengan memberikan nilai yang tidak sesuai dengan hasil belajar mahasiswa maka mereka akan menjadi malas belajar? Jawabnya tentu saja pernah! Namun, lagi-lagi kita dikalahkan oleh budaya sungkanisasi khas Indonesia, dimana jika kita tidak melakukannya maka perasaan tidak enak hati akan mendera batin. Sungguh disayangkan. Akhirnya kita bisa melihat apa yang terjadi. Sebagian generasi penerus bangsa menjadi menurun kualitasnya.
Kita lihat profil guru Indonesia. Meski ada yang mengalami peningkatan kualitas, tidak sedikit pula guru yang bobrok dalam hal mengajar. Lalu kita lihat tenaga medis kita, sangat banyak kita jumpai kelalaian dalam kasus penanganan pasien. Padahal ini merupakan hal vital yang tidak bisa dilakukan dengan kualitas tidak memadai. Kalau mereka tidak mampu, janganlah dipaksakan untuk mampu. Kasihan masyarakat yang akan menanggung akibatnya. Selanjutnya kita juga banyak menjumpai aparatur negara yang terpilih dari hasil nepotisme, yang membuat mereka seakan berleha-leha mengemban tugasnya.
Mungkin tulisan ini hanya sekedar bicara. Kenyataannya kita tak tahu, jika kita berada diposisi dosen yang akan mengeluarkan nilai. Berat memang untuk keluar dari arus yang sudah mengalir, meski kita tahu arus yang kita ikuti membawa kita ke aliran yang kurang baik. Kadang dosen-dosen kita malah langsung memberi nilai dengan menerka-nerka. Hal ini tentu tak hanya omong kosong, karena kenyataan di lapangan memang seperti itu. Logiskah jika tugas teman yang kita kerjakan bisa memperoleh nilai A, sementara tugas yang kita kerjakan untuk diri sendiri mendapat B, hanya karena teman kita tersebut lebih populer dan familiar bagi dosen?
Namun, kenyataannya kita pun tak dapat mengubah hal tersebut. Rasanya sulit untuk mencari keadilan diantara nilai dan kualitas dalam neraca pendidikan kita saat ini. Mengapa kita tidak mencoba adil. Jika kita ingin mengkatrol naik nilai seorang mahasiswa, naikkan saja semua. Agar tidak ada yang merasa dirugikan. Kasihan mahasiswa yang sudah giat namun ternyata kemampuannya diabaikan. Kehilangan semangatlah mereka. Apalagi terkadang ada dosen yang hanya masuk beberapa kali pertemuan dalam satu semester, lantas mengeluarkan nilai secara acak, betapa menyakitkannya keadaan tersebut.
:: Pada akhirnya kita hanya bisa berpikir positif saja. Jadikan peristiwa tersebut sebagai intropeksi. Jika kita mendapat nilai yang jauh di atas kualitas, kita harus bersyukur dan tentunya harus meningkatkan kualitas, agar nilai yang kita dapat benar-benar menunjukkan kemampuan sesuai nilai yang kita peroleh. Namun, jika kita mendapat nilai di bawah harapan, kita pun harus intropeksi. Mungkin selama ini kita memang kurang giat.
Jangan pernah patah semangat kawan! Terus jadikan motivasi untuk berkarya lebih baik. karena dibalik itu semua tetap ada Tuhan yang melihat semua hal yang kita lakukan. Disanalah neraca kualitas yang akan kita dapat dengan seadil-adilnya. Kalaupun kita merasa teman kita yang kualitasnya sebanding dengan diri kita, namun mendapat nilai lebih baik, anggap saja ia memang lebih baik dari kita. Hal ini merupakan anggapan dari sudut pandang kita semata. Sementara dalam hidup ini banyak sudut pandang lain yang belum kita jangkau. Mungkin menurut kita, kitalah yang lebih baik, namun ternyata tidak menurut dosen kita.
Kembali lagi kita harus terus berusaha meningkatkan kemampuan. Karena kembali lagi bahwa saat ini nilai bukanlah jaminan atau tolak ukur yang bisa menggambarkan kualitas kita. Terus buktikan pada dunia bahwa kita mempunyai kualitas baik meski nilai yang kita peroleh tak sebanding dengan kualitas yang kita miliki.
0 komentar:
Posting Komentar