Rabu, 05 September 2012

Setan Subuh

Diposting oleh miss_eka di 9/05/2012 02:54:00 PM

Tidit..tidit..tidit…..
Suara Alarm dari HP membangunkan Marwa yang sedang terlelap. Subuh yang gerimis ini begitu melenakan dirinya, hingga tak ingin beranjak dari empuknya kasur dan hangatnya selimut bergambar dalmation kesayangannya.
“Ish…apa-apaan ini, orang masih tidur enak.”
Marwa benar-benar mengabaikan alarm itu, padahal ia tahu saat itu sudah waktunya ia bangun dan melaksanakan kewajiban subuh sebagai muslimah.

Dilihatnya kembali layar HP berwarna biru langit tersebut. Di layar menunjukkan pukul 05.00. Biasanya ia segera beranjak dari peraduan lalu menunaikan sholat subuh. Namun, subuh itu entah setan darimana asalnya hingga ia tergoda untuk melanjutkan tidurnya itu. Sebenarnya ada perasaan was-was dalam hatinya, rasanya ia tak tega untuk meninggalkan kewajibannya, namun tak seperti biasanya, dorongan hati untuk terus tidur terngiang-ngiang mengantarkannya hingga ia telah kembali memejamkan mata ke alam fantasi bawah sadarnya.

Namun, tiba-tiba goncangan yang maha dahsyat membangunkan tidurnya subuh itu.
Grubuk..grubuk..grubuukk…dan Marwa pun terjaga.
“Ah gempa ya…tolong..toloooong…gempa…gempa!”
Hatinya mendadak tercekat. Panik karena goncangan yang sungguh luar biasa dahsyat. Seketika itu wajahnya pucat, peluh mengucur dari sekujur tubuhnya. Kakinya lemas seketika seakan tak mampu menopang tubuhnya. Apalagi ketika tersadar ia berada di tempat yang asing.
“Dimana ini?” gumamnya dalam hati.
Sekelilingnya tak nampak apa-apa. Hanya gumpalan awan putih tebal yang membuat ia tak mampu melihat apapun di sekitarnya. Ia benar-benar sendirian. Sendirian tanpa apapun, tanpa suara sedikitpun, yang ia rasakan hanya hampa, sekeliling yang diselimuti awan putih pekat dan telinga yang berdengung akibat tak ada suara sedikitpun di tempat tersebut.

“Mama….” Ia berteriak sekuat tenaga memanggil siapapun yang ia ingin panggil. Berharap ada seseorang yang akan menolongnya. Namun kepanikan kembali menyergapnya. Sebab suaranya tak ada lagi. Kembali ia coba memanggil mamanya, “Ma…Ma…Ma…” namun tetap tak bisa. Suaranya hilang tak terdengar sedikitpun. Ditengah kebingungan, kepanikan, dan telinga yang semakin berdengung dalam kesendirian di tempat nan asing itu, rasanya ia ingin berlindung.  Mencari tempat bersembunyi atau memeluk seseorang yang ia kenal. Namun semua sia-sia. Semakin ia berlari, semakin ia tak menemukan ujung dari gumpalan awan putih yang menebal tersebut. Hingga ia tersungkur lemas tak berdaya menahan takut yang teramat sangat itu.

Kembali ia teringat akan peristiwa subuh tadi. Ia berpikir inikah hukuman Tuhan bagiku. Hanya karena aku lalai tak menjalankan perintah-Nya? Ya Tuhan beri petunjukmu jangan biarkan hamba sendirian di sini. Hamba takut ya Allah, hamba bertobat ya Allah. Ampuni hamba. Tetesan air mata deras mengucur dari kelopak matanya. Sungguh ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Sambil terus berdoa, ia memohon kepada Tuhan untuk menolongnya keluar dari keadaan mencekam itu. Lama ia menangis berharap keajaiban dari Tuhan akan menolongnya sesegera mungkin. Sampai suatu saat Tuhan mendengar doanya. Tiba-tiba ada sebuah cahaya yang menyinari pandangannya. Seketika ia merasakan kehangatan dari cahaya tersebut. ada secercah harapan di hati Marwa. Seketika itu ia mengucap syukur “Alhamdulillah” dan ia sadar bahwa saat itu juga suaranya telah kembali. Senang hatinya dan terus mengucap syukur.  Ia berpikir mungkin Tuhan mengampuninya dan segera mengeluarkan ia dari tempat yang ia sendiri tak tahu namanya.

Namun, perasaan lega itu tak bertahan lama. Dibalik sinar tersebut seketika nampak pemandangan yang tak  asing baginya.
“Itu kan rumah aku. Ah, itu Ayah, Mama, dan lainnya” ya, di sinar itu Marwa melihat anggota keluarga serta beberapa temannya. Namun di gambar tersebut, mereka semua nampak sedang menangis. Begitu sedihnya sehingga memilukan bagi siapapun yang melihat suasana tersebut. kembali ia coba memanggil mereka satu per satu, namun sia-sia, sebab mereka seakan tak mendengar teriakan Marwa.
Sampai akhirnya ia lelah. Percuma ia memanggil, sebab tak ada gubrisan dari mereka sedikitpun. Ia penasaran apa sebenarnya yang terjadi di rumahnya. Ia terus menyusuri kegiatan yang berlangsung di rumahnya. Ia tatap setiap sudut yang bergiliran ditampilkan oleh sinar tersebut persis seperti shotingan film yang berganti dari suatu tempat ke tempat lain. Seketika hatinya tercekat, kembali peluh membajiri tubuhnya. Pucat pasi kini nampak menghiasi wajahnya. Hatinya seketika mengelu, tubuhnya berdesir seakan aliran darahnya membeku tak mengalir lagi. Nampak matanya nanar melihat seonggok tubuh tergeletak tertutup kafan yang dikelilingi orang-orang yang nampak melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Dengan berjuta tanya dan berbagai pikiran panik ia berharap seseorang membuka kafan tersebut, agar ia tahu siapa sosok dibaliknya. Dan seketika itu ia mematung, tubuhnya kaku, tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Marwa berlinang air mata, tak tahu harus melakukan apa lagi. Masih tak percaya, tapi ia kini sadar telah berada jauh dari keluarga. Berada di alam yang berbeda denga mereka semua, sebab baru saja ia melihat sosoknya sendiri yang berada di balik kafan nan putih tersebut.
*
“Marwa…Marwa..Marwa…”
Kembali ia merasakan tubuhnya berguncang. Namun tidak sehebat guncangan sebelumnya. Terasa olehnya guncangan itu lembut, hangat, namun penuh ketegasan. Marwa heran, ia takut membuka matanya, ia tak tahu lagi pemandangan apa yang akan ia temui. Namun, guncangan itu tak berhenti. Kali ini ia pun mendengar suara yang sangat familiar di telinganya. Dengan sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya, ia mencoba untuk membuka mata. Seketika itu ia terbelalak. Marwa mengusap-usap matanya.
“Bangun Marwa. Sudah hampir pagi. Kamu belum sholat subuh kan?”
Marwa tak percaya pada apa yang ia lihat saat itu. Ia cubit lengannya, ia tepuk-tepuk pipinya membuat sel-sel pada kulitnya bereaksi dan mengantarkan stimulus bertanda bahwa apa yang ia lakukan itu menimbulkan sakit untuk kulitnya. Seketika itu ia peluk mamanya, membuat mama bertanya-tanya apa yang terjadi pada putrinya tersebut. Namun, sebelum bercerita panjang lebar, ia segera melihat layar HP-nya.
“Astagfirullahalazim, pukul 05.30 Ma. Marwa sholat dulu ya.”
“Eh kamu kenapa nak?” mama keheranan melihat tingkah putrinya itu.
Tapi Marwa belum bernafsu menceritakan peristiwa yang baru saja ia alami. Matahari mulai terbit, pertanda waktu subuh hampir habis. Baginya kini hanya satu. Ia ingin segera mengambil wudhu dan bergegas melaksanakan kewajibannya subuh itu.
Marwa tersadar, tak ada alasan untuk menunda-nunda pekerjaan, apalagi jika itu merupakan kewajiban. Sebab kita tak tahu apa yang akan terjadi jika kita menunda pekerjaan itu. Jangan sampai kita menyesal, jangan sampai kita merasa terlambat, karena waktu tak pernah bisa terulang. Sejak saat itu Marwa senantiasa mengerjakan semua pekerjaan yang bisa ia selesaikan. Tak ada kata menunda apalagi untuk melaksanakan kewajiban. Mimpi yang datang terhadapnya teramat buruk jika harus menjadi nyata. Sekarang ia sadar betapa berharganya waktu untuk diisi dengan kegiatan bermanfaat. Jadi, selagi kita mampu, kerjakanlah apa yang harus kita kerjakan. Jangan sia-siakan waktu, karena sekaya apapun, kita tak pernah bisa membeli sebuah waktu.

0 komentar:

Tayangan halaman minggu lalu

Pengunjung Eka ^_^

 

Mind of eka Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea