Jumat, 14 Mei 2010

ANALISIS CERPEN KARYA : MUHAMAD AMIR JAYA

Diposting oleh miss_eka di 5/14/2010 05:28:00 AM
“ANAK PANAH yang LELAH membuat CATATAN KAKI ”

 
Andaikan cerpen itu dapat diciptakan hanya dengan duduk di belakang meja, semua orang pasti dapat menulis cerpen. Namun, cerpen yang lahir ternyata tidak sesederhana itu. Cerpen butuh proses, cerpen butuh perenungan dan pengendapan lahir dan batin untuk kemudian direncanakan bagaimana menuangkannya dengan kreatifitas imajinasi, dengan gaya yang indah dan khas dari penulisnya. Karena cerpen adalah bagaimana merangkai kemudian mengawinkan berbagai imajinasi.

 
Imajinasi!!!



Kita semua tentu dapat berimajinasi, bahkan sangat sering berimajinasi. Tak jarang kita mempunyai imajinasi yang tinggi, yang bila diletakkan pada kerangka riil terkadang sangat lucu hingga tidak masuk akal. Kita seringkali bermain-main dengan imajinasi dan terkadang menjelajah pada dunia yang begitu jauh lantaran tak bertepinya imajinasi itu. Atau memang ada orang yang ingin mewujudkan segala khayalannya pada imajinasi pribadi, yang kemudian tertuang dalam berbagai karya yang menggelitik perhatian orang lain untuk ikut menikmati imajinasi kita, bahkan sampai mendapat sesuatu yang berharga dari imajinasi kita. Dan hal inilah yang seringkali dapat mengaduk-aduk pikiran dan perasaan kita dalam
menikmati petualangan dalam suatu karya khususnya cerpen.



Namun, cerita-cerita yang ditulis Muhammad Amir Jaya punya pilihan sendiri yaitu : menyederhanakan imajinasi kemudian secara sederhana menyatukan realitas yang bertebaran di sekelilingnya. Cerpen Muhammad Amir Jaya punya tepi yang jelas. Ia tidak ingin membawa terlalu jauh alur cerpennya yang justru berakibat sangat absurd dan mengabaikan nalar.



Siapa sebenarnya Muhammad Amir Jaya ?

Muhammad Amir Jaya adalah seorang cerpenis asal pulau Sulawesi. Pria kelahiran Tanaberu Selayar, 9 September 1967 ini adalah lulusan IKIP Ujung Pandng (1990). Sebelum menekuni dunia jurnalistik, ia pernah melakoni hidupnya sebagai pedagang dan guru honorer di berbagai sekolah swasta di makassar. Bahkan menurut putra pasangan Tanri Giling (alm) dan ST Nurung ini, cerpen-cerpennya lahir dari pengalaman-pengalaman hidupnya yang kemudian diramu dengan imajinasi liar.

Cerpennya yang berjudul Anak Panah pernah mendapat penghargaan dari BKKNI ( Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia ) yang bekerjasama dengan Harian Pedoman Rakyat sebagai nominator pada sayembara penulisan cerpen BKKNI Sulsel (2000).



Mengutip pernyataan dari Nur Alim Djalil dalam tulisannya pada buku kumpulan cerpen “MENCARI TUHAN” karya Muhammad Amir Jaya, bahwa : dalam menulis cerpen –cerpennya, Muhammad Amir Jaya lebih tertarik kepada apa yang disebut oleh para pakar ilmu-ilmu social disebut sebagai para “akar rumput”.



Sesungguhnya cerita pendek dengan penokohan para “akar rumput” yang lemah dan mudah tercerabut dalam khasanah sastra di negeri ini, sudah sering dimunculkan. Sudah lumayan lama. Lihatlah cerpen-cerpen pada pergolakan nasional, mulai dari perang kemerdekaan, ketegangan situasi pada tahun 1960-an, hingga menjelang orde baru, tema-tema dengan tokoh akar rumput selalu dominan.



Hanya saja golongan ini tetap akan menjadi bahan cerita bagi para pengarang seiring perjalanan waktu. Akar rumput adalah bahan cerita yang tidak pernah kering karena pada dasarnya dimana saja kita berada akar rumput itu bertebaran di sekitar kita bahkan adalah kita juga.



Seperti pada beberapa cerpen karyanya, yang dikenal untuk mengutarakan segala pikiran dan uneg-unegnya yang cenderung meneriakkan protes dan kritik, tetapi dalam bentuk sederhana. Ada beberapa ciri yang demikian menonjol terutama dalam hal struktur cerita. Ia selalu memulai dengan penggambaran atau pemaparan keadaan dan masalah yang akan berkembang, terus naik, memuncak, kemudian perlahan-lahan menyelesaikan cerita. Terkadang juga ada yang ingin diselesaikan sesegera mungkin, dan ada pula yang menyimpan misteri.



Dalam analisis tipologi ini, saya akan mencoba mengangkat tiga karya Muhammad Amir Jaya, yaitu :

1. Anak panah

2. Lelah

3. Catatan kaki



Apa yang menarik dari ketiga cerpen karya Muhammad Amir Jaya ini ?



Kalau begitu saya akan mengajak anda untuk terlebih dahulu melihat keragaman pada ketiga karya Muhammad Amir Jaya berikut, yaitu dari segi gaya penceritaan. Ada apa dengan gaya penceritaan pada ketiga cerpen ini ? Apa yang terjadi ? Dan apa yang menarik dan menjadikannya untuk sehingga patut menjadi bahan telaah kita ?





***



“Anak Panah yang Lelah membuat Catatan Kaki”

Judul analisis ini saya ambil dari ketiga judul cerpen Muhammad Amir Jaya yang akan menjadi bahan analisis saya, yaitu Anak Panah, Lelah, dan Catatan Kaki.

Mengapa saya memakai judul tersebut? Apa maksud “anak panah”?

Sebetulnya anak panah menggambarkan tokoh dari ketiga cerpen tersebut. dimana pada cerpen tersebut tokoh utama masing-masing berakhir pada kematian. Mereka adalah sebuah anak panah yang ditakdirkan oleh penulisnya untuk berhenti, untuk lelah dan tidak mampu lagi membuat catatan kaki dan melanjutkan kisah hidup mereka. Mereka diibaratkan sudah tidak mempunyai kisah kelanjutan dari perjalanan hidup mereka, karena tokohnya digambarkan sudah tiada, artinya ia tidak akan menorehkan catatan-catatan lembar kehidupan mereka lagi. Walaupun tidak akan ada cerpen yang bersambung lagi, karena hal itu akan mengarah kepada cerita bersambung. Bagaimanapun juga cerpen adalah sebuah cerita pendek yang sekali habis untuk dibaca.





1. Anak Panah

Cerpen anak panah menceritakan kisah seorang wartawan yang meneliti di daerah yang pemudanya sering bertikai diantara mereka sendiri. Mereka kerap berperang menggunakan busur panah. Pada suatu ketika, wartawan itu melihat para pemuda yang bertikai tersebut mengenai seorang bocah yang pastinya tidak mempunyai kesalahan. Lalu warga sekitar termasuk wartawan tersebut mencoba menolong anak tersebut.

Singkat cerita, pada suatu malam wartawan tersebut terjun langsung di lokasi pertikaian. Bermaksud menyaksikan pertengkaran itu secara langsung, ia pun senantiasa mawas dengan bahaya yang siap mengancam nyawanya. Namun tanpa di duga ia akhirnya tewas di tangan seorang ibu yang ia kenali sebagai ibu dari bocah yang terkena anak panah para pemuda yang bertikai tersebut.



2. Lelah

Cerpen ini menceritakan kisah pertempuran di sebuah desa. Pertempuran disini sebenarnya bukan dari kedua belah pihak. Namun, lebih tepatnya lagi sebuah desa yang diserang oleh para gerombolan. Akhirnya karena mereka diserang, mereka pun mengadakan perlawanan untuk membela diri. Pada cerpen ini, masyarakat di desa tersebut, sangat menhargai pemimpinnya. Salah satunya menghargai ustad di daerah mereka. Namun setelah kampung mereka dibakar kemudian ustad mereka pun dibantai, mereka langsung mengadakan perlawanan sehingga banyak sekali korban yang berjatuhan. Lalu ada dua orang tokoh yang diceritakan dalam cerpen ini yang melarikan diri dari para gerombolan tersebut. Mereka lari karena tidak ingin dibunuh seperti warga mereka yang lain. Sampai akhirnya mereka bersembunyi di sebuah gua yang letaknya jauh dari jangkauan gerombolan tersebut. Pada akhirnya, salah seorang diantara mereka sudah tidak sanggup lagi dengan situasi tersebut, sampai akhirnya ia menyerahkan diri. Dan bersamaan oleh itu, sang tokoh aku dalam cerpen ini pun ikut terbunuh.



3. Catatan Kaki

Arya adalah nama tokoh utama dalam cerpen ini, yang menceritakan seseorang yang merasa resah dengan keadaan sekitarnya. Ia selalu membuat catatan pada agendanya yang mirip seperti catatan kaki, namun isinya berisi tentang isi hatinya yang sangat miris memikirkan nasib bangsanya. Ia terus memikirkan bagaimana cara mengubah nasib bangsanya yang penuh dengan orang-orang yang mementingkan dirinya sendiri. Karena itu, ia menjadi kehilangan akal. Ia merasa ada suara-suara gaib yang terus membisikinya dengan teguran-teguran. Lalu keadaannya semakin kritis dan akhirnya meninggal dengan tragis. Namun disaat akhir hayatnya itu ia masih sempat menuliskan catatan kaki tentang perasaannya itu.



***

Dari ketiga cerpen tersebut, ada satu benang merah yang dapat saya ambil, yaitu penceritaan pengarang yang diakhiri dengan kematian tokoh utama cerpen yang tragis. Dalam cerpen Anak Panah, tokoh utamanya meninggal akibat dibunuh oleh ibu dari anak yang ditolongnya beberapa waktu yang lalu. Hal ini terasa tragis karena disaat sang tokoh utama yang menolong anak yang terkena anak panah itu, justru ia yang menjadi sasaran balas dendam dari anak itu. Lalu, pada cerpen Lelah disebutkan tentang dua orang yang melarikan diri dari amukan masa yang menyerang desa mereka. Salah seorang diantara mereka telah lelah dengan persembunyian mereka itu, apalagi menyadari istri tercintanya yang baru dinikahi beberapa bulan lali itu telah menjadi korban. Karena tak tahan dengan pergolakan batin tersebut menyebabkan ia lelah dan memutuskan untuk menyerahkan diri dan akhirnya dibunuh. Namun rekannya yang masih ingin bertahan justru ikut terbunuh karena dengan dibunuhnya temannya tersebut manjadikan tempat persembunyian mereka diketahui oleh musuh. Sehingga seorang yang masih ingin bertahan hidup harus ikut terbunuh. Lalu pada cerpen Catatan Kaki bercerita tentang seseorang yang sangat memikirkan nasib bangsanya. Dimana bangsanya itu dipenuhi oleh orang – orang yang masing-masing mementingkan diri mereka sendiri. Sebagai sastrawan Arya merasa tidak mempunyai kebebasan berekspresi. Ia ingin menuntut keadilan di negerinya ini. Namun semakin ia memikirkannya, justru ia mendapat bisikan – bisikan yang semakin mengacaukan pikirannya sendiri. Sampai-sampai ia mencapai titik frustasi yang menyebabkan dirinya mengalami keadaan yang dirinya sendiri bingung dengan keadannya tersebut. sampai akhirnya ia meninggal dengan keadaa tragis di kamarnya sendiri dengan menulis catatn kaki untu terakhir kalinya.



TOKOH

Tokoh-tokoh dalam ketiga cerpen tersebut masing-masing diceritakan dengan akhir yang tragis. Mereka semua menin ggal dengan tidak terduga. Tetapi hal ini menjadi fenomena yang cukup sering kita jumpai di kehidupan nyata kita. Menikmati cerpen karya Muhamammad Amir jaya ini, kita akan diperhadapkan dengan gaya penokohan yang beraneka ragam kegiatannya. Pada cerpen pertama tokoh utamanya berprofesi sebagai wartawan, cerpen kedua adalah masyarakat biasa dan yang ketiga adalah sastrawan yang memperhatikan nasib bangsanya. Latar belakang yang beragam, profesi beragam, namun tetap saja arahnya pasti kesialan dan kemalangan yang berakhir kematian. Namun yang perlu diperhatikan adalah pemilihan pengarang terhadap tokoh-tokoh yang lemah dan terkadang tidak berdaya. Tentu penokohan itu bukan wakil-wakil dari kelas social yang menjerit tapi juga mewakili kita semua.



TEMA

Jika kita melihat ketiga buah cerpen karya Muhammad Amir Jaya tadi, maka kita bisa menyimpulkan satu hal bahwa Amir Jaya punya pilihan sendiri yaitu menyederhanakan imajinasi kemudian secara sederhana mengawinkan realitas yang bertebaran disekelilingnya. Pengarang tertarik pada kaum-kaum yang tertindas, dan hal itu menjadi perhatian pengarang dalam mengangkat tema dalam ceritanya. Maka wajar bila nasib tragis dan kesedihan menjadi nasib yang dipilih pengarang untuk tokoh-tokoh ceritanya. Nasib yang dipilih untuk mewakilkan buah pikiran, perenungan, dan pergulatan perasaannya kepada pembaca.



ALUR

Ketiga alur dalam cerpen ini hampir dipastikan memakai alur maju. Dimana alur maju menceritakan peristiwa secara runtut dari awal hingga akhir. Tentang ke-3 cerpen ini ada ciri yang menonjol terutama dalam hal struktur cerita. Penulis selalu memulai dengan penggambaran atau pemaparan keadaan dan masalah yang akan berkembang, terus naik, memuncak, kemudian diselesaikan dengan akhir kematian tokoh utamanya. Mengenai konsep ini penulis tidak secara langsung menulis bahwa tokoh tersebut meninggal, namun menggunakan pengungkapan yang tersirat.
Mengutip dari akhir cerpen “ANAK PANAH” yakni :

• Saya melihat secara samar-samar orang yang menghantam leherku dengan tak mengenal ampun adalah sosok wanita tua mirip ibu dari gadis yang pernah saya tolong dulu ketika tertusuk anak panah. “Oh … !” hanya itu kata yang mampu terucap lewat kerongkonganku. Kemudian penglihatanku gelap. Dan gelap sekali.



Pernyataan tersebut menggambarkan keadaan tokoh yang telah meninggal, namun digambarkan secara tersirat. Setelah ia dibantai oleh seorang ibu, penglihatannya langsung gelap. Gelap, karena ia telah menutup mata untuk selamanya.



• Cerpen LELAH :

Akhirnya, aku pun berlari entah kemana. Yang kutahu saat itu aku seperti berada di alam lain. Terasa lelah.



Pernyataan di “alam lain” menggambarkan keberadaan tokoh yang telah berada di alam yang bukan berada di dunia lagi, melainkan ia sudah meninggal. Dan ia pun merasa lelah di akhir hayatnya. Mungkin karena ia telah lelah dari persembunyiannya. Yang jelas akhir cerita ini, sang tokoh pun meninggal.


• Cerpen CATATAN KAKI :

Dan lelaki itu pun terkulai…..



Kata “terkulai” bermakna sudah tak berdaya. Jika dihubungkan dengan kalimat sebelumnya pada cerpen, berarti ia juga telah meninggal. Kondisi sang tokoh yang sudah merasa dirinya sekarat, akan mengantarkan pembaca pada penggambaran situasi kritis, apalagi dengan darah-darah yang diceritakan keluar dari lidah sang tokoh. Dan akhirnya sang tokohnya pun meninggal dengan tragis pula.



KESIMPULAN

Ketika membaca sebuah cerpen pasti kita akan terbawa pada suatu bentuk penceritaan yang dapat membawa kita kea lam yang berbeda dari alam kita. Imajinasi kita pun turut bermain, berandai-andai dan mengikuti alur cerita.

Namun terkadang kita sudah terlampau jauh bermain-main dengan imajinasi tersebut. maka dari beberapa kumpulan cerpen Muhammad Amir Jaya tadi, semoga kita dapat mengambil makna dan pesan-pesan yang positif. Tentunya, walaupun hanya bermodalkan kata-kata sederhana namun itulah kekuatannya, karena penulis mampu menyederhanakan imajinasinya kemudian menghubungkan dengan realitas yang berada di sekitar kita, sehingga saat membaca ke-3 cerpennya ini, kita tidak terlalu jauh yang bisa berakibat absurd dan mengabaikan nalar.



Gaya penceritaan penulis yang menungkapkan penggambaran awal dengan jelas, sukses mengantarkan pembaca untuk ikut masuk ke dalam dunia cerita tersebut, kemudian dengan permasalahan yang memuncak lalu diakhiri dengan kematian namun pengungkapannya secara tersirat. Hal ini menarik untuk para pembaca karena dibagian akhir ada kesan bahwa kematian memang sesuatu yang bersifat misteri dan tidak diketahui keberadaannya. Sehingga dengan gaya pengungkapan kematian tokoh dengan cara seperti itu, akan membuat pembaca tidak menduga akhir cerita yang berujung pada kematian yang memang tragis.



Selain itu, tentu kita dapat mengambil makna dari tiga cerpen yang berbeda ini, yaitu hidup seseorang pasti akan diakhiri dengan kematian. Tak ada yang bisa mengelaknya, dan menahannya. Namun kita tidak pernah tahu, kapan, dimana, dan dengan cara seperti apa. Melalui tiga cerita tadi, penulis mencoba memberikan penggambaran akhir kehidupan seseorang dengan cara yang berbeda-beda. Untuk itu hendaknya kita selalu siap tatkala masa itu tiba. Setragis apapun caranya, namun itu sudah menjadi takdir kita. Karena kita bagaikan anak panah yang pada akhirnya lelah menorehkan catatan kaki pada lembaran kehidupan kita masing-masing.



0 komentar:

Tayangan halaman minggu lalu

Pengunjung Eka ^_^

 

Mind of eka Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea